Pencarian

Kamis, 24 November 2011

Ngarah berkah di Sendang Senjoyo







"Saya dulu pernah berendam di Senjoyo. Waktu itu saya saya mau ada ujian Nasional (unas ). Biar lulus, ha-ha-ha...!" seloroh EVI, warga koripan, mengingat  tentang masa remaja waktu masih sekolah.

Memang di sendang senjoyo ini sering dipakai untuk berendam atau kungkum (istilah jawa) dalam rangka nglakoni dalam ritual, untuk ngarah berkah kepada yang maha esa.
Waktu yang paling tepat untuk kumkum biasa nya tengah malam sekitar jam 12- 03 pagi, setiap malam Jum'at kliwon  atau malam selasa kliwon  adalah hari yang baik dalam hitungan jawa.
Namun ada hari yang paling disakralkan dalam hitungan jawa, yaitu malam tanggal 1 sura (SURO) ,adalah waktu yang paling bagus, sehingga setiap malam 1 sura, sendang senjoyo sangat ramai sekali, bahkan untuk berendam malam /KUNGKUM sampai harus ngantri berjam-jam, kata mbah jasmin juru kunci sendang senjoyo.


Ada riwayatnya mengapa Senjoyo menjadi tempat kungkum. Konon, menurut legenda, Mas Karebet atau Joko Tingkir pernah bertapa kungkum di Senjoyo. Kelak di kemudian hari, Joko Tingkir berkedudukan sebagai penguasa Kesultanan Pajang dengan gelar Sultan Hadiwijoyo.

Dulu sebelum menghadap ke kasultanan Demak, Mas Karebet (nama kecil joko tingkir) berendam disini (Senjoyo), untuk berolah kesaktian kanuragan" tutur Mbah Jasmin".
Bahkan sampai saat ini, banyak beberapa perkumpulan beladiri di sekitar salatiga sering melakukan latihan di sendang ini.


Cerita legenda Senjoyo dengan Mas Karebet-nya itu masih populer di tengah masyarakat Salatiga sampai saat ini. Haryono, Warga plaur koripan, punya tambahan legenda. Konon, katanya, air sendang yang biasanya tenang tiba-tiba menyembur deras. Jika dibiarkan, bisa terjadi banjir.

"Bujangan dari Desa Tingkir itu cepat memotong rambutnya untuk menyumbat mata air yang menggila. Boleh jadi rambut Joko Tingkir gondrong mirip rambut Robert Plant," seloroh Haryono yang membayangkan rambut Joko Tingkir seperti rambut vokalis musik, Mbah surip.

Konon rambut gondrong Joko Tingkir menjadi penyaring mata air sendang hingga air mengucur bening sampai hari ini. Itu cerita rakyat tentang Senjoyo. Secara administratif, Senjoyo masuk wilayah Desa Tegalwaton, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Tapi secara geografis lebih dekat dengan Kota Salatiga, yaitu sekitar lima kilometer ke arah timur kota.


Cerita rakyat, adalah dokumen hidup pada masyarakat dengan budaya lisan. Cerita tentang Senjoyo menjadi indikator bahwa sendang itu hidup di kalangan rakyat. Nyatanya, Senjoyo sampai hari ini menghidupi warga sekitar Salatiga dengan ruahan air bening.

Senjoyo mengingatkan pada sendang di negeri dongeng. Sendang dikitari pepohonan rindang. Sekitar sendang dilingkungi hutan kecil seluas sekitar lima hektar. Di tepi sendang tegak berdiri pohon pule, suren, preh, doyo, dan beringin. Sulur-sulur daun pohon tua itu menjuntai seperti hendak meraih air sendang. Air begitu bening hingga batu dan kerikil di dasar sendang terlihat jelas. Limpahan air disalurkan ke sungai-sungai.

Gemercik air terdengar dari puluhan mata air di dasar sendang yang tak henti mengalir. Terdengar pula kicau burung kutilang. Suatu sore di bulan Oktober lalu sinar matahari menembus rimbun daun di tepi sendang. Berkas-berkas sinar membentuk garis-garis miring menembus dasar sendang.

"Tempatnya sejuk, indah, enak , bisa buat rekreasi gratis, kata bu Martini "Pemilik warung soto sedaap di senjoyo"

Saat ini senjoyo semakin ramai pengunjung, bahkan sudah mulai banyak para pedagang/warung di senjoyo.


Senjoyo menjadi sarana hiburan yang pas buat keluarga. Seperti keluarga Haryono -Yuli ,warga perum Indah senjoyo ini selalu menyempatkan jalan-jalan setiap sore bersama anak-anaknya. sengaja berekreasi komplet ke Senjoyo. Anaknya yang berumur tiga tahun dibiarkan ciblon, bermain air di sendang, sementara Haryono sang ayah mencari ikan cupang (buat ikan hias dirumah) dan istrinya mencuci kain gorden dan seprai di sendang.


Rusak-ruwat

Kini Senjoyo berhadapan dengan perubahan zaman. Tengoklah dasar sendang yang bening itu, maka tampaklah beragam bungkus sabun mandi, plastik kemasan detergen, sachet sampo, bungkus makanan ringan, dan berjenis sampah. Segala rupa limbah itu tampak jelas seperti kolase di dasar sendang.

"Kami pernah membersihkan sampah dari dasar sendang. Dari areal yang cuma seluas dua kali tiga meter saja kami dapat berkarung-karung sampah. Kami bahkan menemukan bungkus Rinso tahun 1980-an," kata Rudi Ardianto dari komunitas Tanam Untuk Kehidupan (TUK), kelompok seniman yang prihatin pada lingkungan di Salatiga.

Senjoyo tengah menghadapi realitas kehidupan urban. Sendang tak hanya menjadi tempat orang mengambil air untuk kehidupan. Di sana orang juga mencuci karpet, tikar, kain gorden, seprai, lengkap dengan detergen yang berbusa-busa.

Di musim panas, ketika di beberapa tempat di Salatiga kesulitan air, berdatanganlah orang membawa truk berisi beberapa tangki air. Senjoyo sejak dulu menghidupi warganya. Di sebuah gardu pompa di sisi barat sendang tertera angka tahun pendirian pompa, yaitu 1887.

Kini beberapa pihak memanfaatkan air sendang untuk kepentingan air minum dan industri. Di sana tertancap pipa-pipa besi dari PDAM Pemkot Salatiga, PDAM Kabupaten Semarang, serta sebuah instansi militer. Selain itu ada pula perusahaan tekstil PT Damatex yang mengambil air untuk keperluan industri.

Seiring dengan rusaknya daerah tangkapan air di sekitar Salatiga, debit air Senjoyo pun menurun. Data dari PDAM Salatiga menyebut dari tahun ke tahun debit air Senjoyo terus menurun. Menurut Darminta, Direktur PDAM Salatiga, sekitar enam tahun lalu pada musim hujan elevasi air mencapai 140 sentimeter. Kini di musim kemarau ketinggian air berada pada angka 90 sentimeter.

Air memang masih melimpah di Senjoyo. Tapi, debitnya terus menurun dari tahun ke tahun. Pertanyaan, sampai kapan sendang itu akan bermurah air? Pertanyaan itulah yang mengusik seniman Salatiga untuk menjadikan Senjoyo sebagai arena Festival Mata Air pada 4-5 November ini.

Festival itu menjadi semacam ruwatan, ritual ala seniman untuk mengajak masyarakat menjaga sumber air yang akan menjadi penghidupan mereka hari ini dan di masa datang.

Senjoyo saat ini sudah mulai kering sumber air nya,,dan mulai banyak kotoran sampah, karena kurangnya kesadaran pengunjung yang membuang sampah senbarangan.(Eril Haryono)








Tidak ada komentar:

Posting Komentar